Walking Tour Wonosobo

Historyon 21 June 2023

Kabupaten Wonosobo adalah salah satu daerah yang mengalami masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Maka, tidak heran di sekitar wilayah ini terdapat banyak bangunan zaman itu, dan beberapa di antaranya masih mempertahankan arsitektur awal hingga alih fungsi agar tetap terjaga keutuhannya. Kabupaten Wonosobo terkenal dengan hasil buminya, yaitu teh dan tembakau. Karena dua hasil bumi inilah pemerintahan kolonial Hindia Belanda memperluas pasarnya.

Sebelum Dieng dibuka untuk wisata, wisatawan yang kebanyakan berkebangsaan Belanda hanya berkunjung sampai ke kabupaten ini. Wisata alam di sekitar wilayah ini juga sudah ada sejak zaman kolonial Belanda. Pada masa itu juga, kegiatan perekonomian Wonosobo terbilang semakin kelihatan geliatnya. Terlebih ketika potensi alam di Dieng sudah terdengar oleh pihak Belanda, masyarakat Wonosobo mulai mengenal wisatawan asing yang berkunjung. Sehingga, segala komponen penunjang termasuk pariwisata pun dikembangkan. Ini untuk mendukung pariwisata yang ada di Dieng sekalipun akses ke sana masih terbatas. Kabupaten ini sempat berpindah wilayah pemerintahan beberapa kali sejak kepemimpinan Tumenggung Kartowaseso. Di bawah kuasanya, pusat pemerintahan dulu ada di daerah Selomanik. Lalu, ketika kekuasaan dilanjutkan Tumenggung Wiroduta, pusat pemerintahan berpindah ke daerah Ledok yang kini dikenal dengan nama Plobangan. Kemudian, kekuasaan wilayah Wonosobo diteruskan oleh cucu Kiai Karim bernama Ki Singowedono yang kemudian dikenal dengan nama Tumenggung Jogonegoro. Pada masa ini pusat kekuasaan dipindahkan ke Selomerto. Selanjutnya, kala perang Diponegoro di tahun 1825-1830, wilayah ini menjadi salah satu basis pasukan pendukungnya. Dalam pertempuran melawan Belanda, Kiai Muhamad Ngarpah mendapatkan kemenangan pertamanya. Lalu, ia diberi hadiah oleh Pangeran Diponegoro berupa wilayah kekuasaan di daerah Ledok. Selanjutnya, Kiai Muhamad Ngarpah mendapat gelar Tumenggung Setjonegoro. Di bawah kepemerintahan beliau, pusat kekuasaan dari Ledok/Plobangan tersebut dipindah ke wilayah pusat pemerintahan saat ini.

Rute yang akan dilalui dalam walking tour ini akan dimulai dari Masjid tertua di Wonosobo, yaitu Masjid Al Mansyur di daerah Kauman. Lalu, dilanjutkan menuju Wisma PT KAI yang dulunya merupakan gudang dan garasi kereta milik SDS. Selanjutnya, pengunjung akan melihat hotel tertua di kabupaten ini, Hotel Kresna. Hotel ini telah beberapa kali berganti nama. Namun, fungsi bangunan dan arsitekturnya masih dipertahankan sejak awal. Perjalanan akan dilanjutkan melihat bekas sekolah HIS yang kini menjadi gedung Kesbangpol dan gedung Djawatan Pertanian. Lalu, dilanjutkan mengunjungi gedung DPRD Kabupaten Wonosobo untuk melihat bangunan masa kolonial yang dulunya sempat menjadi gedung RRI Purwokerto. Selanjutnya, rute yang akan dilalui dalam kawasan ini adalah kandang rusa, pendopo bupati, dan taman Tien Soeharto. Lalu, dilanjutkan ke gedung Bappeda yang dulunya berfungsi sebagai pengadilan, atau yang dalam bahasa Belanda disebut Lanraad. Kemudian, peserta walking walking tour akan diajak melewati alun-alun kabupaten dan mengakhiri perjalanan di Restaurant Dieng. Di tempat makan ini, terdapat banyak foto-foto kabupaten Wonosobo jaman kolonial. Pemilik sengaja mengarsipkan foto tersebut dan dipamerkan di restorannya agar siapapun yang berkunjung juga dapat mengenali sejarah kabupaten ini sembari menikmati hidangan.

Sambil berjalan kaki di sekitar pusat pemerintahan Kabupaten Wonosobo, kita bisa menyaksikan bangunan-bangunan bersejarah tersebut menjadi saksi bisu perkembangan wilayah ini. Jika beruntung, kamu pun bisa bertemu dengan spesies flora dan fauna langka yang ada di Taman Tien Suharto dekat pendopo bupati.