Kartini-Kartini Dieng

Storyon 22 April 2021

21 April dikenal sebagai Hari Kartini di mana emansipasi wanita digaungkan. Pada masa itu, emansipasi diperjuangkan Kartini agar kaum wanita juga memiliki hak yang sama seperti layaknya kaum pria. Seiring berjalannya waktu, perjuangan Kartini tersebut berhasil. Lahir perempuan-perempuan hebat masa kini yang tak kalah tangguhnya seperti Kartini.

Tidak perlu pencapaian yang besar, sosok-sosok Kartini masa kini nyatanya ada ketika kita menengok ke sekitar. Kali ini perkenankan kami mengenalkan sosok-sosok wanita hebat milik Tanah Para Dewa. Kisah hidup dan semangat juang mereka sebagai wanita, rasanya patut kamibagikan ke teman-teman semuanya. Selamat membaca!

1. Mak Choviyati

Sejak duduk di bangku sekolah dasar, perempuan yang satu ini sudah aktif berkesenian tari lengger. Lengger yang ditarikannya sendiri adalah Lengger Topeng Dieng, salah satu kesenian khas yang ditujukan sebagai persembahan kepada Dewi Sri (Dewi Kesuburan) sekaligus ungkapan syukur pada alam dan Sang Pencipta. 35 tahun terjun berkesenian lengger dan tergabung dalam sanggar tari tertua di Dieng, ternyata awalnya Mak Choviyati mempelajari kesenian ini secara otodidak turun-temurun dari leluhurnya terdahulu. Uniknya lagi, sulung dari tiga bersaudara ini bercerita bahwa satu keluarganya juga terjun menjadi penari lengger untuk acara-acara besar di Dieng.

Kartini-Kartini Dieng
Mak Choviyati tengah menari untuk sebuah acara perayaan di Dieng.

Selain aktivitasnya sebagai penari lengger, beliau juga kerap mengisi harinya dengan mengolah ladang hingga berjualan bakso bagi para wisatawan yang datang. Kiprah tarinya memang sudah tidak sesering dulu karena usia yang tidak lagi muda, namun semangatnya masih membara ketika di waktu-waktu tertentu ada yang mengajaknya pentas.

“Menari adalah hidup saya, sudah menyatu ke hati saya. Kalau ada yang ngajak berkesenian ayo saja, saya mau ikut pokoknya!” ujar Mak Choviyati dengan mata bersinar.

Melestarikan seni lengger baginya merupakan dorongan hati untuk merawat tradisi. Pertemuan kami pun ditutup dengan curahan hati beliau yang khawatir tentang umur kesenian yang dicintainya ini.

“Anak muda Dieng yang tertarik untuk ikut menari lengger sudah berkurang jumlahnya. Padahal yang bisa meneruskan titipan leluhur ya mereka-mereka ini. Harapan saya nanti di depan banyak lagi yang mau belajar, biar lengger di Dieng nyawanya panjang.”

2. Mak Mujiati

Wanita usia 59 tahun ini adalah pemilik Warung Makan “Mbak Yati”, salah satu warung makan yang cukup terkenal di Dieng. Menikah di usia yang cukup muda, beliau menghabiskan masa mudanya dengan menemani suami yang kerja berpindah dari kota-ke kota. Pernah menetap di Jakarta hingga melahirkan anak pertamanya, beliau lalu memutuskan pulang ke Dieng dan membuka warung kecil-kecilan di kawasan Terminal Dieng. Dari membuka toko kamera dan perlengkapannya, makanan, oleh-oleh, hingga berjualan bunga, semua sudah pernah dilakoninya.

Kartini-Kartini Dieng
Mak Mujiati sedang membuat kue di warungnya.

Di tahun 90-an awal, karena banyaknya pekerja datang ke Dieng dalam rangka pembangunan jalur pipa serta pengeboran panas bumi, beliau juga membuka jasa laundry untuk para pekerja tersebut. Tak hanya itu, dulu beliau juga sempat membuka tempat persewaan buku bacaan di Dieng dan jasa titip barang untuk orang-orang Dieng yang memerlukan barang dari luar kota.

Yang unik, saat kecil beliau ternyata merupakan anak rambut gembel. Dulu beliau sempat tidak percaya terhadap cerita rambut gembel yang katanya harus dipotong melalui ritual ruwatan. Saat mandi beliau pernah iseng memotong rambut gembelnya dan ternyata di pagi harinya rambut gembel yang sama sudah kembali menyambung dengan rambutnya.

Selain sudah berdagang sejak dahulu, beliau adalah seorang pemandu wisata perempuan pertama di Dieng. Mak Yati sempat belajar bahasa asing dari salah satu sesepuh Dieng kala itu, sebagai bekal memandu turis asing yang sudah ramai datang ke Dieng. Katanya, dulu pemandu wisata dibayar Rp10.000,- sampai Rp40.000,- per harinya.

Walaupun saat ini beliau sudah tidak lagi bersama suaminya, beliau adalah wanita super tangguh. Tinggal bersama ibu, anak dan cucunya di Dieng, serta menyibukkan diri dengan berdagang makanan merupakan kesehariannya saat ini. Saking mandirinya, beliau terbiasa membetulkan pipa paralon sanitasi air, genteng bocor, lemari yang berlubang, dan beberapa pekerjaan pertukangan sederhana di rumah jika dibutuhkan.

Warung makannya yang berlokasi di rest area Dieng Wetan, Kejajar, Wonosobo sering menjadi rujukan bagi banyak orang. Dari wisatawan berbagai daerah sampai para tamu penting sekelas pejabat, semua merasa cocok dengan masakan Mak Yati. Kualitas bahan masakan dan olahan makanan yang dibuat dengan sepenuh hati, membuat Warung Mak Yati digemari dan sukses mengambil hati banyak orang. Kini ada sekitar 5 orang pekerja yang membantu Mak Yati dalam mengelola warung makannya.

3. Mak Jamu

Wanita berumur 72 tahun ini akrab disapa “Mak Jamu” oleh warga lokal. Ia adalah seorang penjaja sayur dan buah legendaris di Dieng. Buka dari pukul 9 sampai 3 sore di dekat Kantor Polsek Dieng Kulon, Warung Mak Jamu menjual sayur segar, buah-buah pilihan, hingga jajanan pasar dan gorengan nikmat.

Kartini-Kartini Dieng
Mak Jamu ketika ditemui di warung sayur dan buahnya. levitra pharmacy

Nama Mak Jamu sendiri lahir karena memang beliau sempat menjajakan jamu keliling selama 10 tahun di Dieng. Sejak saat itulah julukan Mak Jamu tersemat padanya sampai sekarang. Beliau pun sempat bercerita, “Dulu Dieng masih sepi sekali, jalanan bahkan belum diaspal. Pas itu saya sudah menjajakan jamu untuk orang-orang di Dieng.”

Di usianya yang tak lagi muda, beliau tetap aktif berbelanja sayur-mayur dan buah-buahan di Wonosobo sebelum akhirnya dijual di Dieng seorang diri. Setiap hari beliau naik mikrobus untuk pulang pergi dari wonosobo ke Dieng. Anak-anak beliau katanya ingin ibunya itu di rumah saja menikmati masa tua, tapi Mak Jamu memilih untuk tetap berjualan karena sudah terlanjur betah dan sayang dengan para pelanggan. Sosoknya yang juga dikenal ramah dan sering memberi bonus belanjaan, membuat warungnya tak pernah sepi dikunjungi warga lokal.